Minggu, 19 Mei 2013

masa-masa jepang kuno


Jepang merupakan salah satu bangsa tertua di dunia. Manusia telah hidup di sana sejak sekitar 30000 SM. Jepang klasik terbentuk sekitar tahun 300 SM.

Pada zaman purba, Jepang dihuni oleh orang Ainu atau Ezo. Orang Ainu merupakan bangsa unik dan tidak memiliki hubungan dengan suku manapun. Orang Jepang modern pindah ke kepulauan ini pada zaman prasejarah dari Korea dan Manchuria di daratan Asia. Mereka mendesak orang Ainu sehingga pindah ke pulau paling utara, Hokkaido.
Yayoi
Sekitar tahun 300 SM, Yayoi mulai tumbuh menjadi suku utama Jepang. Mereka mendatangkan perunggu, besi, beras, dan padi-padian dari Korea dan Cina. Suku Yayoi membentuk kebudayaan Jepang dan agama Shinto yang menyembah roh alam (kani) dan leluhur suku. Tradisi mengatakan bahwa Jimmu, kaisar (tenno) pertama yang legendaries, merupakan cucu Amreratsu, ‘Dewi Matahari’ muncul pada tahun 660 SM.
Zaman Yamato
Sekitar tahun 167 M, seorang pendeta wanita tua mengangkat Himiko, daari suku Yamato, menjadi penguasa. Pendeta itu menggunakan pengaruh keagamaannya untuk menyatukan sekitar 30 suku Jepang. Himiko mengirim sejumlah duta ke Cina. Sejak saat itu, kebudayaan Cina dan, kemudian, agama Buddha, mulai mempengaruhi bangsa Jepang. Kekuasaan Yamato berkembang selama abad ke-3 M. Para kaisar Jepang masa kini dapat menelusuri garis keturunan mereka hingga Yamato, yang menyatakan dirinya sebagai keturunan dewi matahari. Selama periode ini, hingga tahun 646, sebagian besar Jepang dipersatukan sebagai satu negara yang juga mencakup bagian selatan Korea. Agama Shinto terancam oleh berkembangnya agama Buddha selama abad ke-6. Sekitar tahun 600, Pangeran Shotoku melakukan pembaharuan negara Yamato. Ia mendirikan pemerintahan terpusat bergaya Cina serta mengurangi kekuasaan para kepala suku. Bebagai kuil dan kota dibangun. Terjadi pula kemajuan besar dalam bidang kebudayaan. Abad ke-8 merupakan zaman keemasan Jepang. Perselisihan antara agama Shinto dan Buddha terselesaikan dengan menyatukan keduanya sebagai kebudayaan agama Jepang.
Zaman Nara
Sebuah ibukota permanen dibangun di Nara sekitar tahun 710. Kaisar menjadi sosok seremonial belaka. Kaisar berperan sebagai wakil para dewa. Pemerintahan dipegang oleh para pejabat dan biarawan, dengan perebutan pengaruh yang semakin meningkat. Pada tahun 794, kaisar memindahkan ibukota ke Heian (Kyoto). Ini menandai dimulainya tahapan baru dalam sejarah Jepang. Jepang telah berkembang dari wilayah berciri kesukuan menjadi sebuah negara yang kuat. Namun, hanya ada sedikit catatan mengenai kehidupan sehari-hari rakyat jelata, karena catatan yang ada hanya mencatat kehidupan di istana dan kuil.
Tahun-tahun Penting
300 SM
Permulaan kebudayaan Yayoi
239 M
Ratu Himiko mengirim duta ke Cina
300
Periode Yamato: pertanian, perkotaan, dan barang dari besi
366
Bangsa Jepang menyerang Korea selatan (sampai 562)
552
Pengenalan penuh Buddhaisme
593-622
Pangeran Shotoku membentuk pusat pemerintahan bergaya Cina
646
Periode Yamato berakhir
710
Nara mulai menjadi ibukota permanen (zaman Nara)
794
Kaisar Kammu memindahkan istananya ke Heian (Kyoto)
 

Sabtu, 18 Mei 2013

Zaman edo

Zaman Edo (Edo Jidai)

Zaman Edo (1603 – 1867), merupakan zaman kematangan feodal militer di Jepang. Kematangan ini ditandai dengan semakin sempurnanya sistem pengontrolan masyarakat oleh rezim penguasa secara sistematis mulai dari struktur pemerintahan, masyarakat, pemikiran, ekonomi, budaya, seni, pendidikan, diplomasi, dan hukum.
Setelah Tokugawa Ieyasu mengalahkan para pengikut setia Toyotomi di pertempuran Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, ia diangkat menjadi shogun pada tahun 1603 dan mendirikan pemerintahan militernya di kota Edo (Edo Bakufu). Kepemimpinan Ieyasu tidak berlangsung lama, ia memimpin bakufu selama dua tahun (1603 – 1605). Kepemimpinan bakufu diteruskan oleh putranya yang ketiga yaitu Tokugawa Hidetada. Secara resmi Ieyasu sudah mengundurkan diri dari pemerintahan, namun ia tetap berada dibelakang layar membantu putranya Hidetada sampai ia wafat pada tahun 1616.
Walaupun keluarga Tokugawa telah menjadi pemimpin tunggal, masih terdapat kekhawatiran suatu saat pengikut setia Toyotomi akan merebut kekuasaan. Untuk mengantisipasi Tokugawa Ieyasu melancarkan serangan ke benteng Osaka yang merupakan basis kekuatan pengikut Toyotomi yang masih tersisa pada tahun 1614. Pada tahun 1615, Ieyasu berhasil menghancurkan sisa-sisa keluarga Toyotomi, dengan demikian keluarga Tokugawa menjadi pemimpin tunggal Jepang. Namun untuk mengantisipasi gerakan yang tidak di inginkan dari para daimyo, khususnya daimyo yang setia kepada Toyotomi, pemerintahan Tokugawa membagi daimyo menjadi tiga kelompok. Daimyo yang merupakan keturunan Tokugawa termasuk kelompok Shimpan-daimyo. Daimyo yang merupakan pengikut setia Tokugawa disebut Fudai-daimyo. Sedangkan daimyo yang merupakan pengikut Toyotomi disebut Tozama-daimyo.
Pada tahun 1615, Tokugawa Ieyasu menetapkan peraturan Buke Shohatto yang mengatur para pengikutnya. Salah satu isi peraturan ini adalah “para daimyo dilarang memperkuat kekuatan pasukannya, mendirikan benteng, maupun memperbaiki benteng tanpa sepengetahuan pemerintah pusat (bakufu)”. Cara lain yang dilakukan Tokugawa untuk mengendalikan para daimyo adalah mengeluarkan kewajiban bagi para daimyo untuk datang dan menetap di Edo selama beberapa waktu, yang dikenal dengan Sankin Kotai.
Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, para daimyō beserta keluarga dan pengawalnya diwajibkan meninggalkan wilayahnya untuk menetap di Edo selama satu tahun. Biasanya dari musim panas, sampai musim panas tahun berikutnya, atau 4 bulan dalam satu tahun secara bergantian dan kemudian kembali ke wilayahnya lagi. Tetapi ketika ia kembali ke wilayahnya, keluarganya tetap tinggal untuk dijadikan sandera di Edo.
Peraturan Sankin Kotai menugaskan Tozama Daimyo di Edo untuk beberapa waktu, tetapi tidak memberi kegiatan atau kesibukan di pemerintah pusat ini. Di kota Edo, para daimyo diberi kebebasan untuk mengurus kegiatan pribadinya. Walaupun diberi kebebasan, peraturan ini bertujuan untuk menjaga dan mengawasi keberadaan daimyo. Perkembangan dari sankin kotai terlihat cukup nyata bagi bakufu, karena para daimyo menghabiskan sebagian besar waktunya di kota Edo. Sehingga perekonomian di kota Edo semakin kuat, sedangkan di setiap wilayah harus menyediakan biaya perjalanan bagi daimyo dan para pengikutnya, sehingga daimyo membebankan biaya ini kepada para petani dengan pajak yang cukup tinggi.
Hirarki Sosial di Zaman Edo
Diperkirakan pada zaman Edo jumlah kaum samurai kurang lebih 10% dari jumlah penduduk Jepang saat itu. Namun, dalam jumlah yang kecil ini kaum samurai harus mampu memerintah dan menguasai penduduk. Untuk itu Tokugawa memberlakukan sebuah sistem hirarki sosial yang didasarkan Konfusianisme yang dikenal dengan shi-nō-kō-shō ( 士農工商 ), sehingga struktur masyarakat pada zaman ini terbagi menjadi dua, yaitu yang memerintah dan diperintah. Dari istilah tersebut dapat dilihat kelas mana yang memiliki kedudukan tinggi dan mana yang memiliki kedudukan rendah. Urutannya adalah sebagai berikut :

1. Shi : bushi(samurai)
2. Nō : nōmin(petani)
3. Kō : kōsakunin(pengrajin)
4. Shō : shōnin(pedagang)

Pembagian serta susunan kelas ini berdasarkan fungsi dari setiap kelas di dalam masyarakat. Bushi sebagai penguasa negara dengan sendirinya berada di tingkatan paling atas, kemudian kaum petani (nōmin) dianggap sebagai kelas yang produktif yang merupakan tiang atau sumber ekonomi negara dan menghasilkan bahan makanan, yaitu padi-padian dan hasil ladang lainnya. Pengrajin (kōsakunin) merupakan kelas masyarakat yang memproduksi alat-alat kebutuhan sehari-hari. Sedangkan kelas pedagang (shōnin) dianggap memiliki status rendah, karena mereka hanya dapat memperoleh keuntungan dari hasil yang telah diproduksi orang lain.
Pembagian hirarki sosial ini tergantung pada pertimbangan kelahiran dan status keturunan. Salah satu pemikiran konfusius yang diterapkan pemerintahan Tokugawa adalah pemahaman terhadap hakekat takdir yang mengatakan,”manusia harus menerima takdir semenjak lahir. Tidak dapat menggugat takdir” dengan adanya pemikiran ini, rakyat secara tidak langsung dipaksakan untuk menerima keadaan serta status yang dimilikinya dan tidak dapat mengusahakan kenaikan atau perbaikan statusnya ke tingkat yang lebih tinggi. Pada kekuasaan shogun ke-3, Tokugawa Iemitsu, sistem hirarki sosial ini semakin ketat dan diskriminasi antar kelas semakin jelas. Hirarki sosial ini ditetapkan dengan tujuan tertentu, agar kelas penguasa tetap dapat mempertahankan kedudukannya dan memiliki kekuatan untuk menekan kelas yang berada di bawahnya. Susunan resmi yang ditetapkan Tokugawa mengenai hirarki ini diperkuat dengan perbedaan penampilan pakaian, tutur bahasa, etika, dan tata rambut serta pemakaian jenis pedang bagi kelas samurai.
Selain kelas yang terdapat dalam sistem hirarki shi-nō-kō-shō, di dalam masyarakat feodal zaman Edo terdapat pula kelas masyarakat terendah yang disebut Eta – Hinin. Kelas ini dianggap sebagai masyarakat yang berasal dari keturunan orang-orang buangan.
Pembagian kelas yang secara vertikal ini telah disusun secara ketat dan kaku oleh pemerintah, namun sesungguhnya dalam setiap lapisan kelas itu sendiri masih ada tingkatan-tingkatannya lagi. Tingkatan tersebut dipengaruhi oleh jabatan, wewenang, kekuasaan, atau peranannya di dalam masyarakat tersebut. Dengan demikian timbul hubungan antara atasan dan bawahan yang di pengaruhi oleh ajaran Konfusianisme. Pada mulanya hubungan ini hanya terdapat di dalam kelas samurai saja, tetapi kemudian hubungan “atasan dan bawahan” tersebut merata pula ke dalam masyarakat umum.

senjata samurai

Pedang Samurai, atau yg di Jepang disebut Nihontō (Japanese sword) ternyata memiliki banyak jenis, mereka dibagi berdasarkan ukuran dan fungsinya.

Pedang samurai yg biasa kita kenal itu masuk ke kategori katana, yaitu pedang satu sisi, berukuran sedang, dan sedikit melengkung. Panjang nihonto diukur dengan satuan shaku dimana satu shaku itu sekitar 30 cm, beberapa jenis nihonto dikelompokan berdasarkan panjang:


Tanto




Panjang sekitar 25 cm, masuk kategori pisau, penggunaannya biasanya untuk menusuk. Perempuan Jepang jaman dulu juga terkadang membawa tanto di balik obi (ikat pinggang kimono) untuk perlindungan diri.



Wakizashi




Panjang antara 30-60 cm, para samurai biasa menggunakannya sebagai secondary weapon atau senjata cadangan


Kodachi




Lebih panjang dari wakizashi, tetapi lebih pendek dari katana. Biasa digunakan sebagai perisai dalam hand – to – hand combat (mirip fighting stylenya Aoshi dari Rurouni Kenshin), karena tidak sepanjang katana (kurang dari 2 shaku) maka tidak menyalahi aturan membawa pedang di zaman Edo sehingga boleh dibawa oleh orang biasa (dulu cuma samurai yg boleh bawa pedang). Pedangnya lebih melengkung dari wakizashi.



Katana




Pedang samurai pada umumnya, panjang antara 70-80 cm, single-edge, melengkung. Dibawa oleh kaum samurai merepresentasikan status sosialnya. Biasanya dibawa berpasangan dengan wakizashi atau tanto, yang digunakan untuk close-quarter combat dimana katana digunakan untuk open-quarter combat.



Tsurugi




Kelompok pedang Broadsword (double-edge, lurus), biasanya bentuknya seperti pedang Cina


Chokuto




Sama seperti katana, hanya saja tidak melengkung tetapi lurus. Ditemukan sebelum jaman Heian sebelum orang Jepang menemukan teknik melengkungkan pedang (yg ternyata unik caranya). Karena pedangnya lurus sulit digunakan dan jarang dipakai dalam pertempuran. Setelah ditemukannya katana, chokuto masih tetap diproduksi tetapi kebanyakan berfungsi sebagai ceremonial sword.


Ninja-to




Dipakai oleh para Ninja, lebih pendek, lebih tipis, dan tidak semelengkung katana agar mudah disembunyikan


Nodachi & Odachi




Panjang lebih dari 80 cm. Digunakan untuk melawan pasukan barkuda (utk memotong kuda sama penunggangnya sekaligus). Karena bikin pedang panjang susah, pedang kategori ini termasuk langka


Nagamaki




Panjang belati kurang lebih sama seperti katana, tetapi panjang gagang hampir sama panjang dengan belatinya.



Naginata




Tombak dengan mata tombak seperti belati katana. Biasa digunakan oleh wanita.


Yari




Tombak dengan mata tombak lurus.



Masuk ke pembuatan nihonto, ternyata cara pembuatan yg tradisional sangat rumit, gak cuma asal manasin besi, tang-teng-tong trus jadi. DiJepang itu makenya baja kualitas tinggi, yg pertama kali dipanasin non-stop selama 3 hari, wew. . . Trus sampai disitukah kerumitannya? ternyata tidak, ternyata nihonto itu dalamnya ada 3 lapis, lapisan luar yg super keras, lapisan tengah yg agak keras, dan lapisan dalem yg lembut, sehingga menghasilkan pedang yg tajam, kuat, tetapi juga lentur sehingga tidak mudah bengkok. Proses penempaannya tiga jenis baja tersebut ditumpuk, ditempa, dan dilipat.




Ternyata pada awalnya nihonto itu gak melengkung, tapi lurus, dan ternyata cara melengkunginnya unik banget. Tau kan pola mirip gelombang yg ada di mata pedang nihonto, nah disitu kuncinya. Pada proses pelengkungan, awalnya bagian mata pedang diolesi dengan arang, yg menyebkann panas tersimpan lebih lama. 

Nah setelah pengolesan, pedang dipanaskan lagi, trus pedang didinginkan secara cepat dengan cara dicelupkan ke air. Nah karena dioleskan dengan arang, bagian mata pedang akan dingin lebih lama, sedangkan bagian tumpulnya akan dingin lebih cepat sehingga akan menyusut lebih dulu yg mengakibatkan pedang akan melengkung ke arah bagian yg tumpul.

Samurai

Samurai adalah istilah untuk perwira militer kelas elit sebelum zaman industrialisasi di Jepang. Kata "samurai" berasal dari kata kerja "samorau" asal bahasa Jepang kuno, berubah menjadi "saburau" yang berarti "melayani", dan akhirnya menjadi "samurai" yang bekerja sebagai pelayan bagi sang majikan.

Istilah yang lebih tepat adalah bushi  yang digunakan semasa zaman Edo. Bagaimanapun, istilah samurai digunakan untuk prajurit elit dari kalangan bangsawan, dan bukan contohnya, ashigaru atau tentara berjalan kaki. Samurai yang tidak terikat dengan klan atau bekerja untuk majikan (daimyo) disebut ronin (harafiah: "orang ombak"). Samurai yang bertugas di wilayah han disebut hanshi.

Samurai harus sopan dan terpelajar, dan semasa Keshogunan Tokugawa berangsur-angsur kehilangan fungsi ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, samurai secara umumnya adalah kakitangan umum bagi daimyo, dengan pedang mereka hanya untuk tujuan istiadat. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, samurai dihapuskan sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara Barat. Bagaimanapun juga, sifat samurai yang ketat yang dikenal sebagai bushido masih tetap ada dalam masyarakat Jepang masa kini, sebagaimana aspek cara hidup mereka yang lain.

Samurai(1500-1850)
Hampir sama dengan Knights yang mengabdi pada tuan tanah di zaman feudal Eropa, Samurai mengabdi dengan para Daimyo di jepang dan berperang untuk mereka. Namun, samurai memiliki kode keksatriaan yang mungkin mirip dengan kode chivalry Knights dari eropa yang disebut dengan Bushido
, salah satu kebiasaan yang mungkin paling terkenal di dunia akan samurai adalah kebiasaan samurai untuk melakukan Seppuku ketika mereka mengalami kekalahan. Daripada menanggung malu, para Samurai biasanya melakukan ritual bunuh diri dengan merobek perut mereka dengan pedang kecil dan kemudian dipenggal oleh seseorang yang dia minta terlebih dulu untuk melaksanakannnya.

Samurai membanggakan diri mereka akan kemahiran berperang dengan menggunakan pedang khusus untuk para samurai yang disebut Katana. Selain katana, dalam pertempuran Samurai juga menggunakan Naginata dan Yumi(semacam tombak dan panah khas jepang) Mereka juga menggunakan Baju Zirah khas yang dilengkapi helm yang ditempat untuk membentuk bentuk-bentuk yang bisa mengintimidasi lawan

Samurai akhirnyapun menemui ajalnya ketika masa restorasi Meiji, di mana Kaisar jepang yang ingin memodernkan Angkatan bersenjatanya mulai mengadopsi Kemiliteran moderan yang menggunakan senjata api dan meriam. Dengan ketiada-gunaannya lagi dalam berbakti kepada Kaisar, banyak orang dari kasta samurai melakukan seppuku karena merasa tidak berguna. Namun, ada juga yang berpikiran terbuka dengan bergabung dengan Tentara Kekaisaran Jepang dan tetap memegang semangat Bushido. Semangat Bushido terus hidup dalam Angkatan bersenjata dan contoh paling mencolok bisa kita lihat dalam serangan Kamikaze yang dilancarkan pilot-pilot jepang untuk menghancurkan Kapal Perang Amerika Serikat dalam perang dunia kedua

Perang penting
1.Perang saudara di masa Sengoku

Pertempuran penting
1.Battle of Sekigahara


Potret Samurai dengan senjata khasnya, Yumi(kiri), Katana(tengah) dan Naginata(kanan):
Foto samurai tanpa baju zirahnya. Foto ini diambil pada masa Perang Boshin: